Notification

×

Iklan

Fatimah Az-Zahra: Pelajaran dari Perjalanan Hijrah Nabi Muhammad Saw

Juni 25, 2025 | Juni 25, 2025 WIB Last Updated 2025-06-25T04:03:59Z
Jakarta,neodetik.com || Tidak terasa kaum Muslimin akan kembali melewati pergantian tahun baru Hijriyah, dari tahun 1446 H berganti menjadi 1447 H. Momentum ini hendaknya dijadikan sarana untuk penguatan komitmen membangun kehidupan berbasiskan nilai-nilai hijrah Nabi Muhammad Saw

Peristiwa hijrah merupakan suatu indikasi kebenaran ajaran Nabi Muhammad Saw dan latihan bagi para pengikutnya. Dengan proses hijrah ini mereka menjadi mampu memikul tanggung jawab kepemimpinan di muka bumi.

Allah memilihkan Madinah sebagai tempat hijrah bagi kaum Muslimin sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi Muhammad Saw, “Tempat hijrah kalian sudah diperlihatkan kepadaku. Aku telah melihat tanah bergaram dan ditumbuhi pohon kurma berada di antara dua gunung yang berada di Harrah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sebab Hijrah

Hijrah Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor yang menjadi alasan untuk melakukan hijrah.

Pertama, karena adanya siksaan dan tekanan. Begitu Nabi Muhammad Saw melakukan dakwah secara terbuka, berbagai ancaman diarahkan kepadanya dan kaum muslimin. Karena itu, Nabi Muhammad Saw selalu berpikir untuk mencari perlindungan di luar Makkah. Sehingga terjadilah hijrah kaum Muslimin ke Habsyah, Thaif, dan kemudian ke Madinah. Penyebab hijrah di antaranya karena penyiksaan dan penindasan kaum kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin.

Kedua, adanya kekuatan yang akan membantu dan melindungi dakwah, sehingga memungkinkan Nabi Muhammad Saw berdakwah dengan leluasa. Hal ini sebagaimana tertuang dalam nash Bai’atul Aqabah kedua. Yaitu kaum Anshar berjanji akan melindungi Nabi Muhammad Saw seperti melindungi anak dan istri mereka.

Ketiga, pembesar kaum Quraisy dan sebagian besar masyarakat Makkah menganggap Nabi sebagai pendusta, sehingga mereka tidak mempercayainya. Dengan kondisi seperti ini, maka beliau ingin mendakwahkan Islam kepada masyarakat lainnya yang mau menerimanya.

Keempat, kaum Muslimin khawatir agama mereka terfitnah. Ketika Aisyah ra ditanya tentang hijrah, beliau berkata: “Kaum Mukminun pada masa dahulu, mereka pergi membawa agama mereka menuju Allah dan Rasul-Nya karena khawatir terfitnah.” (H.R. Bukhari)

Kerjasama dalam Hijrah

Setelah berbagai ujian dan cobaan di Makkah, Allah memerintahkan Nabi dan umat Islam berhijrah ke Madinah. Kemudian Nabi memerintahkan umat Islam berhijrah secara sembunyi-sembunyi dan bertahap agar tidak mendapatkan gangguan dari kaum kafir Makkah. Banyak orang yang membantu dalam perjalanan hijrah Nabi Muhammad Saw.


Pertama, Ali bin Abi Thalib. Ali mendapatkan tugas untuk mengecoh orang-orang kafir Quraisy yang hendak menghalangi hijrahnya Nabi dan berencana membunuhnya. Ali tidur di tempat tidur Nabi dan berselimut dengan mantel Nabi berwarna hijau berasal dari Hadhramaut.

Kedua, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia bertugas menemani Nabi, yang sebelumnya telah menyiapkan dua ekor unta untuk hijrah dan menemani Nabi sembunyi di gua Tsur selama tiga hari.


Ketiga, Abdullah bin Abu Bakar. Ia bertugas sebagai pencari informasi, jika malam hari membersamai Nabi dan Abu Bakar serta menyampaikan informasi terkait situasi di luar Tsur. Ia meninggalkan keduanya pada akhir malam dan pagi harinya menyelusup ke tengah orang-orang Quraisy untuk menyadap informasi.


Keempat, Amir bin Fuhairah. Ia bertugas menggembalakan domba. Pada petang hari ia menggembala di dekat gua agar Nabi dan Abu Bakar dapat meminum susu domba dan menggiring domba untuk menghapus jejak langkah kaki Abdullah bin Abu Bakar.

Kelima, Abdullah bin Araiqath. Ia orang kafir yang mengetahui seluk beluk jalan dan dibayar oleh Abu Bakar yang diberi tugas untuk memandu perjalanan menuju ke Madinah.

Keenam, Suraqah bin Malik. Ia mengejar Nabi untuk mendapat hadiah, namun akhirnya menyerah karena mengetahui kerasulan Nabi dan diminta merahasiakan pertemuan tersebut. Bergitulah Suraqah, yang pada pagi harinya bersemangat mencari Nabi namun pada sore harinya ia menjaga Nabi Muhammad Saw.

Ketujuh, Asma binti Abu Bakar. Ia bertugas merahasiakan hijrahnya Nabi Muhammad Saw dan Abu Bakar serta membawakan makanan ke gua Tsur setiap hari padahal dalam kondisi sedang hamil.

Perjalanan Hijrah.

Setelah Abu Bakar RA melihat kaum Muslimin sudah banyak yang berangkat hijrah ke Madinah, ia datang kepada Nabi Muhammad Saw meminta izin untuk berhijrah. Tetapi dijawab oleh Nabi, “Jangan tergesa-gesa, aku ingin memperoleh izin lebih dulu (dari Allah).”

Abu Bakar bertanya, “Apakah engkau juga menginginkannya?” Jawab Nabi, Ya.” Kemudian Abu Bakar menangguhkan keberangkatannya untuk menemani Nabi Muhammad Saw. Ia lalu membeli dua ekor unta dan dipeliharanya selamanya empat bulan.

Setelah kaum Quraisy mengetahui Nabi Muhammad Saw telah memiliki pendukung dari luar Makkah dan khawatir akan menghimpun kekuatan dari luar Makkah. Maka, kaum Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nadwah (rumah Qushayyi bin Kilab) untuk membahas apa yang harus dilakukan terhadap Muhammad Saw.

Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk mengambil seorang pemuda yang perkasa dari setiap kabilah Quraisy. Kepada setiap pemuda itu diberikan sebilah pedang untuk bersama-sama membunuh Muhammad Saw, agar Bani Abdi Manaf tidak berani melancarkan serangan terhadap orang Quraisy. Setelah ditentukan pelaksanannya, Jibril AS datang kepada Nabi memerintahkan berhijrah dan melarang tidur di tempat tidurnya pada malam itu.

Kemudian Nabi Muhammad Saw menemui Ali bin Abi Thalib dan memerintahkannya untuk menunda keberangkatan hingga selesai mengembalikan barang-barang titipan orang lain yang ada pada Nabi Muhammad Saw. Pada masa itu setiap orang Makkah yang merasa khawatir terhadap barang miliknya mereka menitipkan kepada Nabi karena mengetahui kejujuran dan kesetiaan beliau dalam menjaga barang-barang amanat.

Sementara Abu Bakar memerintahkan anak laki-lakinya, Abdullah, supaya menyadap berita yang dibicarakan orang banyak di luar, untuk disampaikan pada sore harinya kepadanya. Kepada bekas budaknya, Amin bin fahirah, Abu Bakar memerintahkan menggembalakan dombanya di siang hari dan sore harinya digiring ke gua untuk diambil susunya dan menghapus jejak. Kepada Asma, Abu Bakar menugasinya untuk membawakan makanan pada setiap sore.

Pada malam hijrah, orang-orang musyrik telah menunggu di pintu Nabi Muhammad Saw. Mereka mengintai hendak membunuhnya, tetapi Nabi lewat di hadapan mereka dengan selamat, karena Allah telah mendatangkan rasa kantuk yang sangat. Sementara Ali bin Abi Thalib dengan tenang tidur di tempat tidur Nabi Muhammad Saw.

Nabi Muhammad Saw bersama Abu Bakar berangkat meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 Shafar tahun 14 dari kenabian, menuju gua Tsur. Kemudian Abu Bakar memasuki gua terlebih dahulu untuk melihat keadaan barangkali di dalamnya ada binatang buas atau ular. Di gua inilah keduanya menginap selama tiga hari.

Setelah mengetahui keberangkan Nabi Muhammad Saw, orang-orang musyrik mencarinya dengan mengawasi semua jalan ke arah Madinah dan memeriksa setiap persembunyian, bahkan sampai di depan gua Tsur. Mendengar langkah kaki orang-orang musyrik Abu Bakar merasa khawatir, hingga Nabi Muhammad Saw menenangkannya, “Wahai Abu Bakar, jangan kamu kira kita hanya berdua saja. Sesungguhnya Allah beserta kita.”

negeri berpenyakit, sehingga mereka gembira dengan berita wajibnya hijrah dari Makkah. Namun, itu adalah satu perintah yang dibebankan yang berkaitan dengan akidah yang diyakini kebenarannya, dan berkaitan dengan karakter risalah Islam yang harus disampaikan kepada orang lain.

Keempat, peristiwa hijrah menunjukkan keistimewaan Ali bin Abi Thalib karena ia yang tidur di tempat tidur Nabi menggantikan posisi yang berbahaya, mempertaruhkan nyawa dengan satu keyakinan bahwa Allah akan menjaga dan melindunginya, ia melaksanakan segala tugas dan tanggungjawab yang dibebankan Nabi Muhammad Saw kepadanya.

Kelima, dalam perjalanan hijrah Nabi ke Madinah melibatkan banyak orang. Hal ini menegaskan pentingnya kerja sama dan sama-sama kerja yang rapi dan pembagian tugas dalam menjalankan misi perjuangan dan dakwah.

Masih banyak pelajaran lainnya yang dapat diambil dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallahu a’lam.[]

Imam Nur Suharno, Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.

Sumber: Fatimah 
×
Berita Terbaru Update