Mesir,neodetik.com || Nama lengkap dari Hasan al-Banna adalah Hasan bin Ahmad bin Abdur Rahman bin Muhammad al-Banna. Ia dilahirkan pada 17 Oktober 1906 M, di desa Mahmudiah kawasan Buhairah Mesir. Dan, wafat pada 13 Februari 1949 M.
Pada masa kecilnya, Hasan al-Banna dididik langsung oleh ayahnya, Syekh Ahmad bin Abdurrhaman bin Muhammad al-Banna as-Sadati, diajarkan Al-Qura’n, hadits, fiqih, bahasa dan tasawuf. Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal separuh isi Al-Qur’an. Ayahnya selalu memotivasinya hingga akhirnya pada usia 14 tahun al-Banna hafal seluruh isi Al-Qur’an.
Sejak kecil Hasan al-Banna sudah menunjukkan kecemerlangan otaknya. Ia lulus dengan predikat terbaik di sekolahnya dan kelima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Dar al-Ulum, Kairo. Di sini Hasan al-Banna mempelajari ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, dan juga tertarik pada masalah-masalah politik, industri dan olahraga.
Pada usia 21 tahun, Hasan al-Banna berhasil menamatkan pendidikannya di Dar al-Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Ismailiyah, daerah terusan Suez. Menjadi guru adalah cita-citanya sejak kecil. Menurutnya, guru menjadi cahaya yang akan dapat menerangi masyarakat (umat).
Salah satu pemikiran Hasan al-Banna dalam pendidikan adalah, dengan mengintegrasikan sistem pendidikan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Melalui upaya ini diharapkan dapat memberikan nilai agama pada pengetahuan umum, dan memberi makna progresif terhadap pengetahuan dan amaliah agama, sehingga sikap keagamaan tersebut tampil lebih aktual.
Dalam konsep pendidikan menurut Hasan al-Banna, istilah pendidikan dalam konteks ajaran Islam dikenal dengan at-tarbiyah dan at-ta’lim. At-tarbiyah adalah proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama. Dalam konsep ini, al-Banna sering menggunakan untuk pendidikan jasmani, pendidikan akal dan pendidikan qalb (hati).
Sedangkan at-ta’lim adalah proses transfer ilmu pengetahuan agama yang menghasilkan pemahaman keagamaan yang baik pada peserta didik sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang positif. Sifat dan sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas, percaya diri, kepatuhan, pengorbanan dan keteguhan.
Menurut Hasan al-Banna, tujuan pendidikan yang paling pokok adalah mengantarkan peserta didik agar mampu memimpin dunia dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran Islam yang sempurna dan memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam.
Melalui pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan al-Banna, lahirlah peserta didik yang memiliki sepuluh karakter secara utuh. Yaitu, salimul aqidah; shahihul ibadah; matinul khuluq; qawiyyul jismi; mutsaqqaful fikri; mujahidun linafsihi; harisun ala waqtihi; munadzdzamun fi syu’unihi; qadirun alal kasbi; dan nafiun lighairihi.
Pertama, salimul aqidah (berakidah lurus). Yaitu, aqidah ahlussunnah wal jamaah. Adalah peserta didik yang mempersembahkan semua potensinya hanya untuk Allah semata (QS al-An’am [6]: 162); bersandar hanya kepada-Nya dalam segala amal dan aktifitasnya; dan orientasi hidupnya hanya untuk-Nya semata.
Kedua, sahihul ibadah (beribadah dengan benar). Adalah peserta didik yang dalam menjalankan aktifitas hidupnya dalam rangka beribadah kepada-Nya. Hal ini sebagai manifestasi dari tujuan diciptakannya manusia yaitu untuk beribadah kepada-Nya.
Kedua, sahihul ibadah (beribadah dengan benar). Adalah peserta didik yang dalam menjalankan aktifitas hidupnya dalam rangka beribadah kepada-Nya. Hal ini sebagai manifestasi dari tujuan diciptakannya manusia yaitu untuk beribadah kepada-Nya.
Ketiga, matinul khuluq (berakhlak mulia). Adalah peserta didik yang dalam menjalankan setiap aktifitas hidupnya terbingkai dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Hal ini sebagaimana tugas Nabi yaitu untuk memperbaiki akhlak mulia
Keempat, qawiyyul jismi (berbadan sehat dan kuat). Yaitu, peserta didik yang berbadan sehat, bugar, dan kuat, sehingga dapat menjalankan aktivitas kehidupannya sesuai tuntunan Islam. Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah (HR Muslim).
Kelima, mutsaqqaful fikri (berwawasan luas). Adalah peserrta didik yang mau belajar dan terus belajar serta mengajarkannya sehingga ilmunya bermanfaat untuk umat. Ia menjalankan aktifitas kesehariannya berlandaskan llmu pengetahuan, bukan asal-asalan.
Keenam, mujahidun linafsihi (mengendalikan hawa nafsu). Adalah peserta didik yang mampu mengendalikan bukan yang memperturuti hawa nafsunya, sehingga ia mampu berempati terhadap masyarakat di sekitarnya.
Ketujuh, harisun ala waqtihi (sungguh-sungguh dalam menjaga waktunya). Peserta didik yang memiliki kemampuan dalam memanfaatkan (memenej) waktu adalah tanda sebagai pribadi produktif. Ia akan kerahkan setiap waktunya untuk memikirkan kepentingan umat (masyarakat).
Kedelapan, munadzdzamun fi syu’unihi (teratur dalam semua urusannya). Peserta didik yang memiliki keteraturan dalam menjalankan setiap aktifitas hidupnya sehingga dapat mengantarkan kepada kesuksesan dalam menjalani kehidupan. Sebab, kesemperawutan adalah sumber kegagalan.
Kesembilan, qadirun alal kasbi (mampu berusaha sendiri). Peserta didik yang mampu hidup mandiri bukan menjadi beban hidup orang lain. Ia berusaha membangun kemandirian diri, bukan yang selalu minta belas kasihan orang lain.
Kesepuluh, nafiun lighairihi (bermanfaat bagi orang lain). Peserta didik yang selalu berusaha untuk memberikan manfaat kepada orang lain (masyarakat). Berkaitan dengan hal ini, Nabi Saw bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia.” (HR Ahmad, Thabrani, dan Daruqutni).
Inilah sebagian konsep pendidikan Hasan al-Banna semoga dapat memberikan inspirasi dan mendorong kita untuk terus mengkaji dan mempelajari konsep pendidikan yang ditawarkan sebagai upaya untuk penguatan pendidikan karakter di negeri ini. Amin.[]
Imam Nur Suharno, Praktisi Pendidikan dan Penulis Buku “Muhammad Saw The Great Educator”