Jakarta,neodetik.com || Iduladha merupakan salah satu hari raya besar umat Islam. Seluruh umat Islam merayakan momen sakral ini. Bahkan di Timur Tengah, Iduladha dirayakan lebih meriah dibanding Idulfitri
Tidak lepas dari momen perayaan tersebut, Iduladha adalah penutup dari ibadah umat Islam. Jutaan kaum muslim dari berbagai negara di dunia berbondong-bondong melaksanakan ibadah haji. Kewajiban bagi umat Islam yang kelima.
Tanpa melihat kaya atau miskin, berkulit putih atau hitam, keturunan pejabat atau bukan, semua sama saat menunaikan ibadah haji. Para tamu Allah tersebut memakai pakaian yang sama, yakni pakaian ihram. Berwarna putih tanpa corak, dengan cara pemakaian yang sama persis. Semua khusyu menunaikan ibadah ini.
Melihat lautan manusia yang hanya menuju satu tujuan, yakni ibadah kepada Allah, tentu tidak salah jika banyak yang memaknainya sebagai momen persatuan kaum Muslim sedunia. Akan tetapi, sayang, momen persatuan umat tersebut tidaklah lama. Saat ibadah haji selesai dilaksanakan, maka semua orang kembali ke tempatnya semula. Beraktivitas seperti sedia kala. Tidak ada hal berubah sama sekali.
Kondisi Tubuh Umat
Persatuan umat Islam bukan sekadar hal yang dinanti. Persatuan umat Islam adalah kebutuhan kaum Muslim di seluruh dunia. Mengapa? Karena umat saat ini sedang tidak baik-baik saja. Umat Islam tengah sakit, karena berbagai racun yang menggerogotinya.
Tentu kita bisa lihat sendiri, salah satu penampakan sakitnya umat Islam tercermin dari tidak hentinya bumi Palestina dihancurkan dengan keji. Palestina yang terus menyusut bahkan telah hilang dari peta terus diserang Zionis Yahudi. Tidak hanya penyerangan, mereka pun melakukan blokade bantuan makanan, air bersih, obat-obatan, serta kebutuhan pokok lainnya.
Puluhan juta nyawa telah syahid. Anak-anak di antaranya menjadi korban paling banyak. Aksi genosida ini tentu bukan karena Zionis Yahudi yang super kuat. Tetapi, karena umat Islam belum bersatu. Para pemimpin Muslim begitu gentar menyatukan kekuatan mereka untuk melawan penjajah.
Bahkan, mereka menambahkan garam di atas luka para korban dengan menjalin kerjasama dengan Zionis. Sungguh hal tersebut adalah bencana. Pengkhianatan yang tampak dengan jelas di depan para pejuang cilik di bumi Palestina.
Jika melihat kondisi negeri Muslim lainnya, kita pun disuguhi dengan fakta yang miris. Saat remaja Muslim terjebak free seks, terbelenggu narkoba, tawuran antargeng, aborsi, dan yang lainnya. Tidak sedikit pula remaja yang lebih senang menonton konser musik daripada mengikuti majelis ilmu.
Demikianlah tampak dengan jelas, tubuh umat Islam saat ini tengah sakit. Umat Islam seakan kehilangan identitas diri. Pandangan hidup dan makna kebahagiaan mereka telah berubah. Bukan lagi atas dasar akidah Islam, namun atas dasar tren dari Barat.
Mendiagnosa Sakitnya Umat
Saat gejala-gejala dan sakitnya umat telah tampak, sebagai bagian dari umat Islam, hendaknya kita menelaah penyebabnya. Sebagaimana ketika kita mengidap suatu penyakit.
Lemahnya umat Islam karena tidak adanya persatuan. Persatuan yang dulu Rasulullah saw bangun bersama para shahabat. Lalu dilanjutkan oleh para Khulafaur rasyidin. Sepeninggal beliau, para khalifah melanjutkan kekuasaan dengan bersistemkan Islam. Hingga masa kejayaan Islam direngkuh dan menduduki dua pertiga dunia.
Nahas, kisah tersebut telah lama berakhir dan tinggal sejarah. Akan tetapi, dari peristiwa tersebut kita paham bahwa umat butuh kepemimpinan. Dia-lah yang akan mempersatukan umat dan menjadi pelindung umat.
Akan tetapi, sekularisme telah merangsek masuk dalam benak kaum muslim. Sehingga memandang Islam sebatas agama ritual. Nuansa Islam hanya terasa kala bulan Ramadhan dan momen-momen hari raya. Sama halnya dengan momen ibadah haji tahun ini. Persatuan yang tampak sebatas persatuan saat menjalankan ibadah haji di Mekkah. Tidak lebih dari itu.
Sekularisme, inilah racun yang seharusnya dihilangkan dari tubuh kaum muslim. Racun ini yang telah membinasakan ghiroh juang kaum muslim dalam persatuan dan melenakan kaum muslim dari upayanya untuk berjuang meraih kebangkitan berpikir.
Racun ini pun telah membuat kaum muslim kembali terjajah dalam pemikiran. Sehingga tidak satupun pemimpin muslim yang menyerukan persatuan dan kesatuan umat. Serta memimpin kembali dunia dalam cahaya Islam.
Melangkah Bersama Menuju Persatuan Umat
Telah terang benderang bahwa Islam membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia dan alam semesta. Tiga belas abad lamanya Islam memimpin dunia telah membuktikan kekokohannya mempersatukan berbagai ras, agama, budaya, dan adat istiadat manusia. Islam tidak menindas dan tidak pula merusak alam. Keberkahan hadir menyelimuti dunia dan seisinya.
Segala hal tersebut terwujud kala syariat Islam menjadi asas bernegara dan bermasyarakat. Persatuan kaum muslim dengan satu kepemimpinan akan membawa pada kebaikan seluruh umat manusia. Generasi akan terlindungi dari budaya rusak, penjajahan dan genosida pun tidak akan terjadi.
Oleh karena itu, seruan persatuan umat sangat dibutuhkan. Ibadah haji tahun ini yang dilaksanakan serempak, semestinya menjadi pendorong persatuan umat. Bukan sebatas motivasi untuk menjalankan ibadah ritual di tanah suci. Saat jutaan manusia rela melepaskan duniawinya untuk ibadah haji, seharusnya kaum muslim juga menyadari pentingnya kita semua untuk bersatu. Persatuan untuk kebangkitan hakiki. Wallahu’alam.[]
Sumber:Anisa Rahmi Tania,
Ibu Rumah Tangga,