Jakarta,neodetik.com || Nama Mantan Menteri Kelautan Freddy Numberi ternyata muncul dalam salah satu perusahaan pemilik izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Pria yang juga pernah menjabat sebagai Gubernur Irian Jaya itu tercantum sebagai Direktur Utama PT Kawei Sejahtera Mining.
Tak hanya itu, nama Ali Hanafia Lijaya juga tercantum sebagai Komisaris Utama PT Kawei Sejahtera Mining. Nama terakhir ini disebut-sebut merupakan tangan kanan taipan Sugianto Kusuma alias Aguan, pemilik Agung Sedayu Group.
Demikian diutarakan Sekretaris CERI Hengki Seprihadi, kepada wartawan (7m12/6/2025), membeberkan temuannya dari penelusuran data resmi di AHU Kemenkumham RI.
Pada akta notaris PT Kawei Sejahtera Mining tanggal 2 Februari 2021, juga muncul nama Nono Sampono sebagai Komisaris Utama perusahaan ini. Nama Nono Sampono sudah tidak asing di jajaran elit nasional. Ia pernah menjabat sebagai Anggota DPD RI Periode 2019-2024 dan Komandan Korps Marinir 2006-2007,” ungkap Hengki.
Membunuh Terumbu Karang
Sementara itu, menurut keterangan Mantan Direktur Minerba Kementerian ESDM, Mangantar S Marpaung kepada CERI, Kontrak Karya (KK) PT Gag Nikel awalnya pada 1998 adalah milik perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari Australia, Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75% yang bekerjasama dengan PT Aneka Tambang sebesar 25%.
“Kemudian tahun 2008 United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan daerah itu sebagai bagian dari Triangel Coral Inisiatif. Kemudian tahun 2009, sebanyak 10 negara ASEAN meratifikasi inisiatif itu, yang mencakup 6000 km2. Karena penetapan itu, Asia Pacific Nickel Pty Ltd mundur dari Indonesia. Mereka tunduk kpd keputusan UNESCO,” ungkap Mangantar Marpaung yang kini juga menjabat sebagai Chairman Djakarta Mining Club.
Lebih lanjut, Mantan Kepala Inspekrur Tambang Ditjen Minerba KESDM itu juga menjelaskan kepada CERI, bagaimana tambang nikel bisa merusak terumbu karang di Raja Ampat.
Dijelaskannya, pada dasarnya, seluruh tambang nikel di Indonesia ditambang dengan metode Open Pit.
“Kemudian curah hujan (Rain Gauge) di Indonesia relatif tinggi, tidak seperti di Australia atau Amerika Selatan. Jenis tanah penutup (over burden) dari Nikel itu adalah tanah liat laterit yang mudah menjadi lumpur ketika hujan,” beber Mangantar S Marpaung.
Tak kalah penting, lanjut Mangantar kepada CERI, sungai-sungai kecil dan pesisir pantai mudah menjadi keruh oleh lumpur tanah laterit tersebut.
“Akibatnya Total Suspended Solid (TSS) particel menjadi tinggi. Hal ini menyebabkan berbagai biota laut pesisir akan mati karena kekurangan sinar matahari karena air keruh, termasuk terumbu karang,” ulas Mangantar. (*)
Tim Redaksi

