Danrem 161 kupang: "Hentikan Relokasi Tanah Ini Bukan Milik TNI”

Redaksi
Juni 13, 2025, Juni 13, 2025 WIB Last Updated 2025-06-12T17:19:50Z
Kupang, neodetik.com || Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang, Brigjen TNI Joao Xavier Barreto Nunes, turun langsung ke lapangan untuk menemui warga yang terdampak rencana relokasi permukiman. Dalam pernyataan tegas pada Rabu, 12 Juni 2025, Brigjen Nunes menepis isu miring terkait status kewarganegaraan warga dan menegaskan komitmennya untuk mendukung hak-hak masyarakat.

“Mereka WNI, Bukan Eks-Timtim atau Warga Baru”

Di hadapan warga dan awak media, Brigjen Nunes menyatakan bahwa masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut adalah warga negara Indonesia yang sah.

“Saya tidak pernah menyebut mereka eks-Timtim atau warga baru. Mereka adalah warga negara Indonesia. Maka saya turun langsung bertanya: benarkah mereka mau pindah? Ternyata, tidak ada yang bersedia pindah sebelum rumah itu benar-benar layak huni,” ujarnya.



Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tanah yang menjadi objek relokasi bukanlah milik TNI, melainkan milik masyarakat yang telah tinggal selama 27 tahun.

“Intinya, bukan milik TNI. Tanah ini milik kalian yang sudah lama tempati selama 27 tahun,” tegas Danrem.



Lokasi Relokasi Tidak Layak Huni

Brigjen Nunes menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi lokasi relokasi yang dinilai tidak memadai, terutama bagi warga yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian.

“Kalau kalian pegawai negeri, mungkin bisa tinggal di sana. Tapi kalau kalian petani, tidak mungkin kalian bertahan satu dua minggu di lokasi itu. Tidak ada unsur kehidupan di sana,” katanya.



Dukungan terhadap Proses Hukum Dugaan Korupsi

Terkait isu dugaan korupsi dalam proyek pembangunan rumah relokasi, Brigjen Nunes menyatakan dukungannya terhadap langkah Kejaksaan Tinggi NTT dalam mengusut tuntas proyek yang diduga bermasalah.

“Saya mendukung penuh Kejati untuk menindaklanjuti proses hukum. Saya tidak ingin warga saya ini terjebak dalam kolusi dan korupsi. Mereka sudah cukup menderita. Jangan kita tambah penderitaan itu,” tegasnya.



Penolakan Warga: “Ini Tanah Kami”

Sementara itu, penolakan keras datang dari masyarakat terdampak. Salah satu tokoh pemuda setempat, Bung Riki Hendri, menyuarakan bahwa warga telah menetap dan membangun kehidupan di lokasi tersebut selama hampir tiga dekade.

“Kami sudah hidup di sini 27 tahun. Ini tempat tinggal kami, ini tanah kami, ini kehidupan kami. Kami tidak akan pindah ke tempat yang tidak jelas. Kami ingin tanah ini diakui sebagai hak kami,” ujarnya lantang.



Senada dengan Riki, tokoh masyarakat Maun Tino Araujo menilai lokasi relokasi tidak layak sebagai tempat tinggal.

“Kami sudah cek ke lokasi. Tidak ada sekolah, tidak ada pasar, tidak ada rumah sakit. Anak-anak mau sekolah di mana? Mau pelihara ayam saja tidak bisa, apalagi babi. Lahannya sempit dan tidak layak,” kata Tino.



Ia juga membantah klaim bahwa sebanyak 700 kepala keluarga telah setuju untuk direlokasi.

“Yang viral di media seolah kami semua setuju pindah, tetapi kenyataannya kami menolak relokasi itu. Kami menolak relokasi yang sangat tidak manusiawi,” tegasnya.



Harapan Warga: Negara Hadir untuk Melindungi

Warga berharap kehadiran negara bukan sebagai alat represif, tetapi sebagai pelindung hak-hak masyarakat, khususnya mereka yang telah lama tinggal dan mengabdi di wilayah itu.

“Kami ingin tanah ini diakui dan disahkan oleh negara. Kami ingin hidup yang lebih baik dan bermartabat, tanpa harus kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian kami,” tutur Riki Hendri.



Hingga berita ini diturunkan, proses mediasi antara warga, pemerintah daerah, dan aparat keamanan masih terus berlangsung. Warga mendesak adanya dialog terbuka dan keputusan yang adil, tanpa paksaan atau intimidasi.



Reporter: Djohanes Bentah
Komentar

Tampilkan

  • Danrem 161 kupang: "Hentikan Relokasi Tanah Ini Bukan Milik TNI”
  • 0

Terkini

Pimpinan