Lima Desa tersebut yakni Morodadi, Dehegila, Nakamura, Pandanga, dan Juanga. Stan ini bukan hanya mencuri perhatian karena tampilannya yang menarik, tapi juga karena kreativitas dan kekayaan produk yang ditawarkan.
“Menarik jika dilihat dari luar atau depan, sehingga membuat saya penasaran untuk berkunjung di stan Ki Malaha ini,” ujar Yuyun, salah satu pengunjung festival, Sabtu, (19/7).
Dari beragam produk yang dijajakan, kata Yuyun, peyek kacang tanah menjadi favoritnya.
“Karena selain produknya sudah halal, peyeknya juga sangat ramah di kantong, cocok buat oleh-oleh,” tambah Yuyun.
Yuyub bilang, ini merupakan pengalaman pertamanya mencoba produk dari Desa Morodadi dan sekitarnya, namun ia mengaku puas karena penyajiannya sangat menarik dan terkesan higienis, berkat kemasan berkualitas yang digunakan.
Sementara itu, Kepala Desa Morodadi, Johar Mardiono, mengungkapkan bahwa konsep stan ini menggabungkan nuansa modern dengan sentuhan adat dan kearifan lokal.
“Produk yang kami bawa di antaranya adalah hasil bumi dan produk UMKM masyarakat, seperti tahu, tempe, susu kedelai, minyak fisio, dabu-dabu laor, kue putar, wijistik, kripik tempe, peyek, dan aneka kerupuk. Juga ada kerajinan tangan, rica, tomat, nenas, dan sayur-sayuran hasil kebun,” terang Johar.
Ia juga menyebutkan, dalam sehari stan Ki Malaha bisa meraup pendapatan hingga dua juta rupiah.
"Itu belum termasuk pesanan yang dibawa pulang atau dipesan ulang lewat kontak langsung,” katanya bangga.
Dengan konsep stan yang solid dan kolaborasi antar-desa yang kuat, Ki Malaha berhasil mencuri perhatian pengunjung di area Central Business District (CBD) tempat festival berlangsung.
Reporter: Akas
