Kepemimpinan Transformasional Berbasis Keikhlasan Umat Manusia -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kepemimpinan Transformasional Berbasis Keikhlasan Umat Manusia

Juni 10, 2025 | Juni 10, 2025 WIB Last Updated 2025-06-10T09:51:23Z
Jakarta, neodetik.com || Seorang pemimpin, khususnya yang memiliki latar belakang sebagai akademisi dihadapkan pada tuntutan ganda: menyampaikan ilmu yang bermanfaat sekaligus mendorong perubahan sistemik di lingkungannya. Peran ini menjadi semakin kompleks ketika pemimpin juga terlibat dalam organisasi yang memiliki misi sosial atau keagamaan, di mana tanggung jawab moral dan spiritual melekat erat dalam setiap kebijakan yang diambil


Kepemimpinan semacam ini menghadapi tantangan internal seperti konflik nilai, perbedaan budaya organisasi, serta resistansi dari warisan kepemimpinan sebelumnya. Di sisi lain, faktor eksternal seperti kebijakan negara, perubahan sosial, dan tekanan publik turut memengaruhi dinamika organisasi. Kondisi tersebut sangat relevan dalam konteks lembaga pemerintah nirlaba seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yang menjalankan fungsi keagamaan dan sosial secara bersamaan. Para pemimpin di BAZNAS dihadapkan pada tantangan untuk menjaga akuntabilitas dana publik berbasis syariah, menginspirasi kepercayaan umat, dan memastikan bahwa setiap kebijakan membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas.

Kepemimpinan di lembaga ini bukan hanya soal mencapai target penerimaan zakat dan penyalurannya, melainkan soal tanggung jawab yang lebih luas yaitu memastikan bahwa zakat itu bisa diukur efektivitasnya. Diperlukan seorang pemimpin yang mengerti secara mendalam tentang zakat sekaligus dan peka terhadap dinamika masyarakat. Dalam konteks ini, dibutuhkan gaya kepemimpinan yang menjunjung tinggi nilai amanah, empati, dan keteladanan moral.


Salah satu figur yang mencerminkan kombinasi ini adalah Dr. Irfan Syauqi Beik, seorang pakar ekonomi syariah yang pernah menjadi Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS periode Agustus 2016 – Desember 2020. Sebagai akademisi dan praktisi, ia dikenal tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga menunjukkan kedalaman spiritual dan kepekaan emosional dalam memimpin.

“Emotional Intelligence (EI) dalam kepemimpinannya terlihat dari kemampuannya membangun motivasi tim, mengelola dinamika organisasi, dan menanamkan nilai keikhlasan serta pelayanan sebagai inti dari budaya kerja. Selain itu, Dr. Irfan Syauqi Beik juga merupakan pemimpin yang inovatif dan transformasional, terbukti dari kontribusinya dalam mengembangkan metode CIBEST (Center for Islamic Business and Economic Studies), sebuah pendekatan baru yang mengukur kemiskinan dan efektivitas distribusi zakat secara komprehensif, tidak hanya dari sisi material tetapi juga spiritual. Inovasi ini tidak hanya diterapkan secara nasional, tetapi juga diadopsi oleh lembaga zakat internasional di berbagai negara sebagai model pengelolaan zakat berbasis nilai Islam yang terukur dan berdampak luas,” kata Dwi Asih Setiawati dalam tulisannya sebagai tugas mata kuliah komunikasi intrapreneurial bersama Listio Nugroho, Rian Widipratomo dan Raihan Athalla Radistra.

Penelitian yang dibuat keempat Mahasiswa Magister Management Sekolah Bisnis IPB itu berfokus untuk mengkaji gaya kepemimpinan Dr. Irfan Syauqi Beik dari perspektif Emotional Intelligence dan kepemimpinan transformasional, dengan tujuan memahami bagaimana inovasi dijalankan dengan penerapan nilai-nilai spiritual sehingga mampu membentuk budaya organisasi yang termotivasi, efektif dan bermakna dalam lembaga publik berbasis syariah yaitu BAZNAS.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan strategi studi kasus untuk mengeksplorasi gaya kepemimpinan Dr. Irfan Syauqi Beik sebagai Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan di BAZNAS. Fokus penelitian diarahkan pada penerapan gaya kepemimpinan dan aspek spiritualitas dalam organisasi pengelolaan zakat nasional yaitu BAZNAS.

Lewat wawancara, obeservasi dan studi dokumentasi, kepemimpinan Dr. Irfan Syauqi Beik dinilai visioner dan sangat kuat dalam menyampaikan arah jangka panjang kepada timnya. Ia tidak hanya menyampaikan target-target program tahunan, tetapi juga mengajak tim melihat peran BAZNAS dalam pengembangan zakat nasional, termasuk kontribusi dalam pengambilan kebijakan.

Sebagai akademisi dan praktisi yang aktif dalam kajian ekonomi Islam, Dr. Irfan Syauqi Beik mengintegrasikan nilai-nilai spiritual ke dalam praktik kepemimpinan sehari-hari. Ia memandang bahwa tugas di BAZNAS bukan sekadar jabatan administratif, melainkan amanah keagamaan yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Nilai-nilai seperti kejujuran, amanah, dan keikhlasan menjadi landasan utama dalam memimpin.

Salah satu kontribusi penting Dr. Irfan Syauqi Beik adalah pengembangan metode CIBEST (Center for Islamic Business and Economic Studies), yang menjadi instrumen baru dalam mengukur efektivitas distribusi zakat. Metode ini tidak hanya mengkaji aspek ekonomi semata, tetapi juga menyentuh aspek spiritual dan sosial, yaitu dengan mengintegrasikan dimensi kesejahteraan dunia dan akhirat (material dan spiritual well-being). Metode CIBEST telah diadopsi di berbagai lembaga zakat domestik dan menjadi rujukan internasional, termasuk di negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei.

“Sebagai salah seorang pemimpin di BAZNAS, Dr. Irfan Syauqi Beik mampu melihat potensi setiap orang di tim dan tidak menyamaratakan pendekatan yang beliau gunakan. Tim merasa sangat didukung dan dihargai selama bekerja bersama beliau, tanpa memandang apakah sudah lama bekerja ataukah staf baru. Pendekatan beliau yang personal membuat anggota tim merasa aman untuk berkembang dan mencoba hal baru,” ungkap Dwi.

Sebagai Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS, beliau tidak hanya menjalankan tugas administratif, tetapi juga memperkuat legitimasi moral lembaga dengan menghadirkan inovasi berbasis nilai melalui pengembangan metode CIBEST. Metode ini menekankan pentingnya pengukuran kemiskinan dan kesejahteraan yang mencakup dimensi spiritual dan material, yang mencerminkan keberpihakan pada nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan umat. Melalui pendekatan tersebut, Dr. Irfan Syauqi Beik membuktikan bahwa kepemimpinan dalam sektor publik tidak cukup hanya mengandalkan keahlian teknis, tetapi juga membutuhkan kepekaan sosial, integritas syariah, dan visi pelayanan yang kuat.


Dalam konteks studi ini, kepemimpinan transformasional menjadi model yang paling relevan untuk menganalisis gaya kepemimpinan Dr. Irfan Syauqi Beik. Sebagai tokoh yang berhasil menginisiasi metode CIBEST sebagai inovasi dalam pengukuran kesejahteraan zakat berbasis nilai Islam, Dr. Irfan Syauqi Beik menunjukkan karakteristik utama pemimpin transformasional: inspiratif, visioner, dan mendorong perubahan berkelanjutan. Ia tidak hanya menggerakkan tim melalui motivasi personal, tetapi juga melalui transformasi sistem dan nilai kerja organisasi yang sejalan dengan tujuan sosial dan spiritual lembaga.

“Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, model kepemimpinan Dr. Irfan Syauqi Beik diharapkan dapat menular dan ditiru oleh calon-calon pimpinan masa depan. Belajar dari kepemimpinan beliau, seorang calon pemimpin harus terus meningkatkan aspek positif yang mendukung tujuan organisasi,” tandas Dwi. [ ]

Sumber  wawancara:
Dwi Asih Setiawati (K1501242224)
Listio Nugroho (K1501242198)
Rian Widipratomo (K1501242209)
Raihan Athalla Radistra (K1501242223)
×
Berita Terbaru Update