Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

ADA JOKOWI DAN OLIGARKI DI BALIK GESER 4 PULAU ACEH? PEMBUSUKAN PRABOWO, LAGI

Juni 11, 2025 | Juni 11, 2025 WIB Last Updated 2025-06-11T15:41:22Z
Jakarta,neodetik.com || Tak ada hujan angin, tanpa babibu, tiba-tiba Mendagri Tito Karnavian meneken SK.* Isinya; pemindahan empat pulau dari Aceh Singkil ke wilayah administrasi Sumatera Utara. Publik terhenyak. Rakyat Aceh terhentak.

Ini bukan sekadar soal batas wilayah. Ini adalah alarm bahaya.* Bakal terjadi konflik horizontal pun bisa membayang. Apakah ini bagian dari upaya pembusukan pemerintahan Prabowo dari dalam oleh sisa-sisa kekuatan lama? 

Di luar soal potensi konflik, kita bisa membaca ada motif bisnis rakus di balik manuver ini.
*Polanya cukup jelas. Sangat khas oligarki:* pelintiran regulasi dan justifikasi administratif. Diikuti dengan manuver penguasaan sumber daya atas nama pembangunan.

_*Sedikitnya ada lima hal yang patut dicurigai ada motif bisnis dari gaduh Permendagri Tito ini:*_

_*Pertama,*_ potensi Sumber Daya Alam yang Tinggi. Empat pulau ini tidak kosong. Mereka menyimpan potensi laut, tambang, dan pariwisata luar biasa. Begitu wilayah ini resmi berada di bawah kendali Sumatera Utara, jalan untuk eksploitasi akan terbuka lebar.

Tak perlu berhadapan dengan Aceh yang punya kekhususan dalam pengelolaan sumber daya (dengan dasar MoU Helsinki dan UU Pemerintahan Aceh).
Regulasi bisa dilonggarkan. Jalur perizinan dipercepat. Dan, keuntungan bisa langsung dinikmati pihak yang punya akses kekuasaan.

_*Kedua,*_ Bobby Nasution adalah Gubernur Sumatera Utara. Lebih dari itu, dia adalah menantu Jokowi. Selama 10 tahun kekuasaannya, Jokowi menjadikan proyek atas nama hilirisasi sebagai ladang kekayaan.

Jika empat pulau itu resmi menjadi bagian Sumut, Bobby akan memiliki kendali langsung atas proyek-proyek strategis yang menyusul.
Tambang, pelabuhan, kawasan industri, hingga pariwisata eksklusif. Dinasti politik Jokowi dan atau mitra oligarkinya bisa dapat lahan baru untuk bermain.

_*Ketiga,*_ sebagai Mendagri mustahil Tito tidak tahu Aceh memiliki status daerah istimewa. Jika itu tetap dilakukan, kuat diduga ini bukan lagi persoalan teknis administratif. Ini keputusan politis.

Dan karena Tito adalah loyalis Jokowi, sangat masuk akal jika publik menduga ini bagian dari skenario tersembunyi. Menyulut kegaduhan dan memancing resistensi rakyat.
Ujung-ujungnya merusak legitimasi pemerintahan baru di bawah Prabowo. 

_*Keempat,*_ proses pemindahan dilakukan tanpa konsultasi dengan rakyat Aceh. Tanpa pelibatan DPRA. Tak ada sosialisasi terbuka. Jelas ini agenda sepihak.

Siapa yang diuntungkan? Pasti bukan rakyat.

Tapi elite yang lebih dulu tahu. Lebih dulu siap. Lebih dulu menanam modal.
Siapa lagi kalau bukan oligarki yang duitnya memang tak berseri? 

_*Kelima,*_ ada pola lama: Negara digunakan untuk kepentingan keluarga. Kasus ini mengingatkan kita pada Rempang, Wadas, Konawe, Morowali, Maluku Utara, hingga IKN.

Wilayah publik dialihkan ke tangan elite lewat jalur negara.
Selalu atas nama pembangunan. Selalu dengan dalih nasionalisme. Dan selalu berakhir pada kerugian dan menderitanya rakyat. 

Kalau empat pulau ini dipindahkan ke Sumut, *ada potensi rakyat Aceh melawan.*
Jika ini terjadi, maka Jokowi dan para loyalisnya harus bertanggung jawab atas konflik yang mereka ciptakakan.
Di sinilah bahayanya.

*Tindakan Tito bisa memicu kemarahan rakyat Aceh,* yang merasa wilayahnya dirampas.
Konflik bisa terjadi antara rakyat Aceh dan aparat.
Bukan mustahil bisa melebar jadi konflik horizontal antarwarga. 

_*Kalau itu terjadi, citra Prabowo yang baru menjabat bisa rusak seketika.* Tentu saja ini bukan kebetulan. Ini bisa bagian dari jebakan politik yang dirancang oleh mereka yang belum rela kehilangan pengaruh di pemerintahan._

*Apakah Prabowo akan diam saja?*
Atau, jangan-jangan dia justru sedang dijebak jadi kambing hitam?
Kambing hitam dari permainan lama yang belum selesai?
Waduhhh...! []

Jakarta, 11 Juni 2025.

***

_*DI BALIK 4 PULAU ACEH HILANG: CADANGAN MIGAS BERNILAI MILIRAN DOLAR*_

_*Empat Pulau Hilang: Ketika Aceh Kehilangan Lipan, Panjang, Mangkir Ketek dan Mangkir Gadang*_

_Oleh : Tim Investigasi AJP_

*Prolog: Pulau-pulau yang Menghilang dari Peta Aceh*

Pada pertengahan tahun 2022, masyarakat Aceh dikejutkan oleh kabar yang nyaris tak terdengar prosesnya.
Empat pulau kecil yang selama ini berada di bawah administrasi Aceh Singkil: Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang tiba-tiba resmi masuk ke dalam administrasi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah.

Perubahan ini diputuskan Kementerian Dalam Negeri melalui Keputusan Mendagri No. 100.1.1-6117 Tahun 2022.
Gelombang protes mengalir dari DPRA, pemerintah Aceh, hingga Komite I DPD RI.

Namun, pada tahun 2025, Mendagri kembali mengeluarkan SK Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang mempertegas keempat pulau tersebut tetap masuk Sumatera Utara.

Di balik gesekan administratif ini, terhampar potensi kekayaan alam besar yang menjadi alasan mengapa keempat pulau ini menjadi rebutan.

*Potensi Migas: Kepentingan Ekonomi yang Mulai Bermain*

Keempat pulau ini masuk dalam wilayah kerja migas Blok Offshore South West Aceh (OSWA), salah satu blok migas lepas pantai yang mulai dibuka pemerintah pada 2022.

Menurut data resmi dari SKK Migas, Blok OSWA diperkirakan memiliki potensi cadangan gas sekitar 296 BCF (Billion Cubic Feet) atau sekitar 8,38 miliar meter kubik gas bumi.

_*Agar mudah dipahami:*_

BCF (Billion Cubic Feet) = satuan volume gas bumi.

1 BCF = 1 miliar kaki kubik gas.

Cadangan 296 BCF cukup untuk memasok kebutuhan gas rumah tangga seluruh Sumatera selama bertahun-tahun.

Data terbaru dari desk study awal eksplorasi seismik memperlihatkan sebaran potensi gas yang lebih rinci per pulau:

*Estimasi Potensi Gas per Pulau (Data Seismik Awal 2024)*

_*1. Pulau Lipan*_

Lokasi: Zona utara OSWA

Potensi gas: 70–80 BCF (perkiraan)

Status eksplorasi: Masuk prioritas survei seismik 3D tahun 2024

Catatan geologi: Indikasi struktur awal berpotensi pengeboran dangkal.

_*2. Pulau Panjang*_

Lokasi: Zona timur OSWA

Potensi gas: 70–80 BCF (perkiraan)

Status eksplorasi: Masuk peta target survei awal.

Catatan geologi: Dekat dengan pola reflektor seismik kuat.

_*3. Pulau Mangkir (Mangkir Ketek)*_

Lokasi: Zona barat OSWA

Potensi gas: 70–80 BCF (perkiraan)

Status eksplorasi: Lokasi target awal pengeboran 2025

Catatan geologi: Termasuk area anomali struktur potensial.

_*4. Pulau Mangkir Gadang*_

Lokasi: Zona barat daya OSWA

Potensi gas: 70–80 BCF (perkiraan)

Status eksplorasi: Target pengeboran fase II (setelah 2025)

Catatan geologi: Termasuk target zona lebih dalam (deeper zone).

Dengan total estimasi awal sekitar 280–320 BCF, keempat pulau ini menyumbang sebagian besar potensi Blok OSWA.

*Kenapa Pemindahan Wilayah Sangat Sensitif?*

Perpindahan ke Sumatera Utara membuat pengelolaan migas tunduk pada aturan umum nasional, tanpa pembagian hasil khusus yang selama ini menjadi hak Aceh berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). 

Di bawah UUPA, Aceh berhak atas pembagian hasil migas hingga 70% sebuah hak istimewa yang tidak berlaku bila wilayah masuk Sumut.

*Siapa yang Diuntungkan dan Siapa yang Tidak?*

Investor migas: lebih mudah memproses izin, tanpa tambahan negosiasi dengan Pemerintah Aceh.

Pemerintah Sumatera Utara: mendapat tambahan wilayah laut kaya sumber daya.

Pemerintah Aceh: kehilangan hak kelola, kehilangan potensi bagi hasil, dan mengurangi kontrol atas kawasan zona maritim Aceh.

*Penutup: Sengketa Belum Berakhir*

Kasus empat pulau ini bukan sekadar konflik garis batas. Ia adalah pertarungan kepentingan ekonomi-politik bernilai miliaran dolar.

Kepentingan investor, manuver pusat, dan ketegangan otonomi daerah bertemu di satu titik: blok migas OSWA. []
×
Berita Terbaru Update