Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Hampir Seluruh Kegiatan Fisik dan non Fisik Diduga Bermasah di Desa Luka Simpang Koje, Sordang Kec . Linggabayu

Juni 22, 2025 | Juni 22, 2025 WIB


Medan , Mandailing Natal 

Linggabayu - neodetik.com

Dana desa yang seharusnya menjadi penopang pembangunan dan kesejahteraan rakyat di pedesaan, kini justru diduga menjadi ladang bancakan segelintir elit lokal. Begitulah potret kelam yang tergambar dari laporan investigatif LSM Gempur terhadap pengelolaan Dana Desa Simpang Koje, Kecamatan Lingga Bayu, untuk tahun anggaran 2023 dan 2024.


Dari total anggaran Rp1,14 miliar pada tahun 2023, hampir seluruh kegiatan fisik maupun non-fisik diduga kuat bermasalah. Pembangunan jalan usaha tani, perbaikan jembatan, saluran irigasi, hingga pengadaan sarana kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat, terindikasi sarat manipulasi.


“Anggarannya besar, tapi wujudnya nyaris tak terlihat. Jalan tani seperti bayangan; ada dalam laporan, hilang di lapangan,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.


Temuan LSM Gempur menyebutkan adanya indikasi mark-up besar-besaran. Nilai proyek membengkak tidak masuk akal, seperti pembangunan gorong-gorong senilai Rp113 juta, dan proyek jalan usaha tani yang mencapai ratusan juta rupiah, padahal realisasinya diduga jauh dari standar teknis.


Ironisnya, anggaran untuk kegiatan sosial seperti Posyandu, PAUD, pelatihan kader, hingga pemberdayaan pemuda dan perempuan, juga tidak lepas dari dugaan manipulasi. Banyak kegiatan yang disebutkan dalam laporan, namun masyarakat tak pernah menyaksikan pelaksanaannya.


Memasuki tahun 2024, alokasi Dana Desa kembali turun sebesar Rp929 juta lebih. Namun lagi-lagi, pola anggaran mencerminkan praktik serupa: proyek jalan dan kegiatan pemberdayaan diduga hanya menjadi alat formalitas untuk menguras kas desa.


“Tak ada transparansi, tak ada partisipasi warga, dan tak ada manfaat nyata. Yang ada hanya angka dan laporan palsu,” tegas Direktur Eksekutif LSM Gempur dalam pernyataannya.


LSM Gempur mendesak agar aparat penegak hukum segera melakukan audit forensik, memeriksa seluruh laporan keuangan, dan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Kepala Desa yang diduga menjadi aktor utama dalam praktik penyimpangan ini.


Warga desa tidak butuh proyek fiktif atau laporan manipulatif. Mereka butuh jalan tani yang bisa dilewati, Posyandu yang benar-benar aktif, serta kegiatan pemberdayaan yang nyata—bukan sekadar nama dalam anggaran.


"Jangan Diam Melihat Kezaliman "


Dalam menghadapi situasi ini, diam bukanlah pilihan. Diam berarti menyetujui kezaliman. Dan kezaliman, sekecil apa pun, akan tumbuh jika dibiarkan.


Saatnya masyarakat menjadi lebih peka, lebih peduli, dan berani menyuarakan kebenaran. Desa adalah milik bersama, bukan milik segelintir orang yang bermain anggaran. Jika kita ingin Simpang Koje maju, maka warga harus bangkit, bersatu, dan ikut serta dalam mengawal setiap rupiah yang masuk ke desa ini.


Menuju Simpang Koje yang berkemajuan bukan sekadar harapan itu adalah tanggung jawab bersama. Karena desa yang kuat bukan dibangun dari uang semata, tetapi dari kejujuran, keberanian, dan kesadaran rakyatnya. 

 ( Kaperwil Sumut / Tega Kurnia)

×
Berita Terbaru Update