Notification

×

Iklan

Iklan

ESDM Tegaskan: Tambang di Fatukoa dan Batuplat Tak Berizin, Warga Diminta Laporkan

Juni 10, 2025 | Juni 10, 2025 WIB Last Updated 2025-06-10T12:47:02Z
Kupang, neodetik.com || Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan bahwa aktivitas penambangan galian C yang terjadi di wilayah Fatukoa dan Batuplat, Kota Kupang, tidak memiliki dasar hukum yang sah alias ilegal. Pernyataan ini memperkuat kekhawatiran masyarakat tentang maraknya praktik tambang liar yang kerap luput dari pengawasan.

Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Pertambangan Mineral dan Batubara Dinas ESDM Provinsi NTT, Jemi Mela, saat dikonfirmasi wartawan pada Selasa (10/6). Menurutnya, hingga saat ini hanya dua perusahaan yang sah beroperasi dengan izin resmi di Kota Kupang, yaitu PT Semen Kupang dan PT Fresli.

“Di Fatukoa tidak ada izin tambang galian C. Kalau ada aktivitas di sana, itu ilegal! Di Kota Kupang hanya dua perusahaan yang punya izin,” tegas Jemi.



Antara Aktivitas Grasstrack dan Eksploitasi Material

Berdasarkan informasi lapangan, wilayah Fatukoa dan Batuplat sebelumnya dikenal sebagai lahan pertanian. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kawasan tersebut mengalami alih fungsi menjadi arena grasstrack dan diduga menjadi lokasi pengambilan material. Alat berat pun kerap terlihat beroperasi di dua lokasi tersebut, menimbulkan dugaan kuat adanya kegiatan tambang tanpa izin.

Kondisi ini menuai kekhawatiran karena aktivitas tersebut berada dekat dengan permukiman penduduk dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang seperti longsor, pencemaran air, hingga rusaknya struktur tanah.

“Kegiatan seperti ini sudah menjadi kewenangan aparat penegak hukum. Apalagi kalau lokasinya dekat permukiman warga, itu sangat berisiko,” tambah Jemi.



Aspek Hukum dan Potensi Kerugian Negara

Dalam konteks hukum, Jemi mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Secara spesifik, Pasal 158 menyebut bahwa:

"Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar."



Aktivitas tambang tanpa izin bukan hanya tindakan melawan hukum, tetapi juga mengakibatkan kerugian negara dalam bentuk hilangnya potensi pendapatan dari sektor pertambangan, serta merusak lingkungan yang secara sosial merugikan warga sekitar.

Seruan ESDM: Warga dan Pemda Harus Waspada

Melalui pernyataan resmi ini, Dinas ESDM NTT mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam aktivitas penambangan ilegal dan segera melapor jika menemukan praktik mencurigakan. Pihaknya juga mendorong pemerintah daerah agar proaktif mengawasi pemanfaatan ruang wilayah yang sesuai dengan peruntukan.

 “Kami minta masyarakat dan pemerintah setempat lebih waspada. Laporkan jika ada aktivitas tambang liar, karena ini menyangkut keselamatan bersama,” kata Jemi.



Tantangan Penegakan Hukum: APH Diminta Bergerak

Kini sorotan beralih ke Aparat Penegak Hukum (APH). Pasalnya, meskipun aktivitas tersebut telah berlangsung cukup lama, penindakan secara hukum belum terlihat signifikan. Pemerintah daerah pun dituntut lebih responsif dalam menjaga tata kelola ruang dan lingkungan, demi mencegah kerusakan yang lebih luas.

Dalam situasi ini, sinergi antara dinas teknis, pemerintah kota, dan aparat hukum menjadi kunci. Jika tidak ditindaklanjuti, penambangan ilegal berisiko menjadi preseden buruk dalam pengelolaan sumber daya alam di ibu kota provinsi ini.



Reporter: Tim wartawan garis keras
×
Berita Terbaru Update